
Kehadiran teknologi ramah lingkungan adalah solusi bagi kehidupan berkesinambungan yang dapat dipertanggungjawabkan, kebutuhan akan hal itu adalah mutlak. Jika tidak , maka hal itu akan menjadi beban berat bagi generasi berikutnya dimana mereka akan mewarisi sampah polusi dan segudang masalah lingkungan yang mempengaruhi kehidupan paling dasar.
Sayangnya kemajuan teknologi ramah lingkungan ini masihlah hal langka (juga mahal), hanya dapat dinikmati dengan pengorbanan sumber daya yang besar dan oleh negara-negara maju saja. Sementara masyarakat negara berkembang masih kesulitan mengakses teknologi semacam ini. Padahal banyak sumber daya alam dan pendukung kehidupan bumi berbasis di negara-negara berkembang. Sehingga terdapat kesenjangan antara usaha pelestarian lingkungan dengan penerapan teknologi yang mendukungnya.
Kesenjangan ini hanya dapat diatasi jika negara maju memberikan kemudahan bagi negara berkembang untuk mengakses teknologi ramah lingkungan yang mereka hasilkan seluas-luasnya. Sehingga ada sinkronisasi antara pelestarian lingkungan dengan teknologi yang digunakan. Jangan sampai ketika negara berkembang dapat menikamati teknologi ramah lingkungan pada saat itu lingkungan sudah terlanjur rusak atau terpolusi parah, hutan telah habis, air tercemar, udara kotor, sampah menumpuk, sumber daya alam menipis drastis, dan manusia sedang sakit-sakitan menghadapi gejala perubahan iklim global.
Tentu ironis sekali ketika sebuah mobil hybrid yang ramah lingkungan melintas di sebuah kawasan, dimana di salah satu sudutnya terdapat sampah yang menumpuk, display pencatat kondisi udara menunjukkan kandungan CO2 yang tinggi, air kekuningan melintas disungai yang tak ada lagi ikannya, dan disalah satu rumah sedang terbaring seorang anak yang sakit karena udara kotor…
Tenaga penggeraknya didukung mesin bensin dan magnet motor yang paralel dengan transmisi otomatis (CVT). Menariknya, teknologi roda tiga ini juga sudah memakai teknologi drive-by-wire dan empat mode, yakni dua mode hybrid dan dua listrik hanya dengan menekan tombol yang terletak di sebelah kanan setang.
Teknologi hybrid pada 300ie ini sama dengan plug-in, hanya ini versi terkecilnya. Kendaraan ini juga mempunyai performa setara dengan mesin bensin 400 cc. Untuk konsumsi bahan bakar, 300ie bisa menempuh 60 km dengan 1 liter bensin, sedangkan yang versi bensin 30 km/liter. Emisi terendahnya 40 g/km, jauh di bawah rata-rata yang 90 g/km.
Mobil Dari Bambu

Surabaya: Institut Teknologi Sepuluh November Surabaya (ITS) meluncurkan mobil listrik ramah lingkungan. Mobil listrik bernama ELITS itu merupakan hasil eksperimen yang dilakukan oleh tim Laboratorium Konversi Energi Teknik Elektro ITS sejak dua tahun yang lalu. Tujuannya untuk mengantisipasi cadangan minyak bumi yang semakin menipis.
Menurut Kepala Laboratorium Konversi Energi Teknik Elektro ITS, Soebagio, di Surabaya, Jawa Timur, Senin (9/11), saat ini cadangan minyak bumi semakin menurun sedangkan kebutuhan terhadap kendaraan roda empat semakin meningkat.
ELIST yang berbentuk kendaraan mini saat ini masih mempunyai 40 baterai dengan kekuatan 500 volt. Ketahanannya pun hanya sebatas empat jam perjalanan tanpa henti. "Tahun depan kami akan terus melakukan perkembangan, baterai akan dikurangi hingga sepuluh baterai dalam satu mobil," kata Soebagio seperti dilansir ANTARA.(UPI/YUS)
0 komentar:
Posting Komentar